Terima Kasih Atas Kunjungannya

Senin, 24 Mei 2010

Tujuan Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha mentransfer dan mentransformasikan pengetahuan serta menginternalisasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus.
Pendidikan Islam, seperti pendidikan pada umumnya berusaha membentuk pribadi manusia, harus melalui proses yang panjang, dengan gasil yang tidak dapat diketahui dengan segera. Berbeda dengan membentuk benda mati yang dapat dilakukan sesuai dengan keinginan pembentukannya. Oleh karena itu, dalam pembentukan tersebut diperlukan suatu perhitungan yang matang dan hati-hati berdasarkan pandangan dan rumusan-rumusan yang jelas dan tepat.
Sehubungan dengan hal tersebut pendidikan Islam harus memahami dan menyadari betul apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam proses pendidikan. Sesuatu yang akan dicapai tersebut dalam istilah pendidikan disebut dengan “Tujuan Pendidikan.”
Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam pendidikan, sebab, tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi acak-acakan, tanpa arah, bahkan bisa sesat atau salah langkah. Oleh karena itu, perumusan tujuan pendidikan dengan jelas dan tegas, menjadi inti dari seluruh pemikiran paedagogis dan perenungan filosofis .

B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah menjelaskan dan memaparkan pentingnya memahami tujuan pendidikan Islam untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa.

BAB II
PEMBAHASAN
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Definisi Pendidikan
1. Definisi Pendidikan secara Umum
Definisi pendidikan menurut para ahli, di antaranya Frederick J. Mc. Donald,
Pendidikan adalah suatu proses/kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabi’at (behavior) manusia. Yang dimaksud behavior adalah setiap tanggapan/perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang.

2. Definisi Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
Apabila pengertian pendidikan diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang/sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manua (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangan suatu pandangan hidup, sikap hidup/keterampilan hidup pada beberapa pihak. Keduanya harus bernafaskan ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al-Quran dan Sunah (hadits).

B. Tujuan Pendidikan
1. Pengertian Tujuan
Dalam bahasa Arab, istilah tujuan (sasaran) dinyatakan ghayat/ ahdaf/maqashid. Dalam bahasa Inggris tujuan dinyatakan dengan goal/ purpose/objective/aim. Secara umum keduanya mengandung pengertian sama, yaitu arah suatu perbuatan yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas .
Tujuan menurut Zakiah Daradjat adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Pada umumnya pengertian itu berpusat pada usaha atau perbuatan yang dilaksanakan untuk suatu maksud tertentu.

2. Tujuan Pendidikan Pancasila
Rumusan formal institusional dalam UUD 1945 maupun dalam GBHN dan undang-undang kependidikan lainnya yang berlaku adalah tujuan normative GBHN 1983 merumuskan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut:
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

3. Tujuan Umum Pendidikan Manusia
a. Hakikat Manusia Menurut Islam
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surat al-Qashash:77, “Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia.”



b. Manusia dalam Pandangan Islam
Manusia mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup di dunia. Manusia juga mempunyai akal.
Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al-Hijr:29 “Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya Roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya.”
Kekuatan rohani (qalbu) lebih tegas daripada kekuatan akal. Islam sangat mengistimewakan aspek qalbu. Qalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Qalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh, bahkan iman itu, menurut al-Quran tempatnya di dalam qalbu.

C. Tahap-tahap Tujuan
Abu Ahmadi mengatakan bahwa tahap-tahap tujuan pendidikan Islam meliputi:
1. Tujuan Tertinggi/Terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi tersebut dirumuskan dalam satu istilah yang disebut “insan kamil” (manusia paripurna)
Indikator dari insan kamil adalah :
a. Menjadi hamba Allah;
b. Mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi al-ardh, yang mampu memakmurkan bumi dan melestarikannya sebagai konsekuensi setelah menerima Islam sebagai pedoman hidup.
c. Untuk memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat, baik individu maupun masyarakat.
Selnjutnya firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Qashash:77. “dan carilah apa yang dianugerahkan allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi”.
Sabda Rasulullah saw, “Bekerjalah untuk urusan dunia seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk urusan akhirat seolah-olah engkau akan mati esok hari”. (al-hadits)
Ketiga tujuan tertinggi tersebut, berdasarkan pengalaman sejarah hidup manusia dan dalam pengalaman aktivitas pendidikan dari masa ke masa, belum pernah tercapai seluruhnya, baik secara individu maupun sosial. Apabila yang disebut kebahagiaan dunia dan akherat, kedua-duanya tidak mungkin diketahui tingkat pencapaiannya secara empirik. Tujuan tertinggi tersebut diyakini sebagai sesuatu yang ideal dan dapat memotivasi usaha pendidikan dan bahkan dapat menjadikan aktivitas pendidikan lebih bermakna.

2. Tujuan Umum
Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih mengutamakan pendekatan filosofis, tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik .
Sementara itu para ahli pendidikan Islam merumuskan tujuan umum pendidikan Islam ini, diantaranya :
a. Al-Abrasyi, merinci dari tujuan akhir pendidikan Islam menjadi lima tujuan, yaitu :
1) pembinaan akhlak;
2) menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat;
3) persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat;
4) penguasaan ilmu/semangat ilmiah; dan
5) keterampilan bekerja dalam masyarakat/menyiapkan pelajar dari segi profesional.
b. Nahlawi, menunjukan empat tujuan umum dalam pendidikan Islam, yaitu :
1) Pendidikan akal dan persiapan pikiran. Allah menyuruh manusia merenungkan kejadian langit dan bumi agar dapat beriman kepada Allah.
2) Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat pada anak-anak.
3) Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya.
4) Berusaha untuk menyumbangkan segala potensi-potensi dan bakat-bakat mereka sebaik-baiknya.
c. Al-Buthi juga menyebutkan tujuah macam tujuan umum pendidikan Islam sebagai berikut:
1) Mencapai keridlaan Allah, menjauhi neraka dan siksaannya dan melaskanakan pengabdian yang tulus ikhlas kepada-Nya (induk dari segala tujuan pendidikan Islam).
2) Mengangkat taraf akhlak dalam masyarakat berdasar pada agama yang diturunkan untuk membimbing masyarakat ke arah yang diridhai oleh-Nya.
3) Menempuh rasa cinta tanah air pada diri manusia berdasar pada agama yang diturunkan untuk membimbing masyarakat ke arah yang diridhai oleh-Nya.
4) Memupuk rasa cinta tanah air pada diri manusia berdasar pada agama dan ajaran-ajaran yang dibawanya, begitu juga mengajar manusia kepada nilai-nilai dan akhlak yang mulia.
5) Mewujudkan ketentraman di dalam jiwa dan akidah yang dalam, penyerahan dan kepatuhan yang ikhlas kepada Allah.
6) Memelihara bahasa dan kesusastraan Arab sebagai bahasa al-Quran dan sebagai wadah kebudayaan dan unsur-unsur kebudayaan Islam yang paling menonjol, menyebarkan kesadaran Islam yang sebenarnya dan menunjukkan hakikat agama atas kebersihan dan kecemerlangannya.
7) Meneguhkan perpaduan tanah air dan menyatukan barisan melalui usaha menghilangkan perselisihan, bergabung dan kerja sama dalam rangka prinsip-prinsip dan kepercayaan Islam yang terkandung dalam al-Quran dan sunah.
d. Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan Islam dapat diperinci menjadi:
1) tujuan keagamaan;
2) tujuan pengembangan akal dan akhlak;
3) tujuan pengajaran kebudayaan; dan
4) tujuan pembicaraan kepribadian.
e. Munir Mursi, tujuan pendidikan Islam menjadi:
1) bahagia dunia dan akhirat;
2) menghambakan diri kepada Allah;
3) memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat Islam; dan
4) akhlak mulia
Kenyataan menunjukan bahwa tujuan tertinggi/terakhir/tujuan umum, dalam praktek pedidikan bisa dikatakan tidak pernah tercapai sepenuhnya. Untuk mencapai tujuan tertinggi/terakhir tersebut diperlukan upaya yang tidak pernah berakhir, sedangkan tujuan umum “realisasi diri” adalah becoming (proses pencapaian tetap berlangsung selama hayat), sesuai dengan hadits Nabi saw. “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”. Konsep tersebut mendahului konsep dewasa ini (long life education).
Konferensi Internasional pertama tentang pendidikan Islam di Mekkah, 8 April 1977 menyatakan bahwa pendidikan harus diarahkan untuk mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, jiwa rasional, perasaan, dan penghayatan lahir.
3. Tujuan Khusus
Tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasionalisasi tujuan tertinggi/terakhir dan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan khusus bersifat relative sehingga memungkinkan untuk diadakan perubahan di mana perlu sesuai dengan tututan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi/terakhir dan umum itu. Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada:
a. Kultur dan cita-cita suatu bangsa
b. Minat, bakat, dan kesanggupan subjek didik
c. Tuntutan situasi, kondisi dan kurun waktu tertentu
Hasan Langgulung, merumuskan tujuan khusus yang mungkin dimasukkan di bawah pertumbuhan semangat agama dan akhlak, antara lain sebagai berikut:
a. Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam, dengan membiasakan mereka berhati-hati mematuhi akidah-akidah agama serta menjalankan dan menghormati syi’ar-syi’ar agama.
b. Menumbuhkan kesadaran yang betul di pelajar terhadap agama termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia.
c. Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, dan hari kiamat berdasar pada paham kesadaran dan perasaan.
d. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan dalam adab dan pengetahuan keagamaan dan untuk mengikuti hukum-hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan.
e. Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada al-Quran, membacanya dengan baik, memahaminya, dan mengamalkan ajarannya.
f. Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam dan pahlawan-pahlawannya serta mengikuti jejak mereka.
g. Menumbuhkan rasa rela, optimisme, percaya diri, tanggung jawab, menghargai kewajiban, tolong-menolong atas kebaikan dan taqwa, kasih sayang, cinta kebaikan, sabar, berjuan untuk kebaikan, memegang teguh pada prinsip, berkorban untuk agama dan tanah air dan bersiap untuk membelanya.
h. Mendidik naluri, motivasi dan keinginan generasi muda dan menguatkannya dengan akidah dan nilai-nilai dan membiasakan mereka menahan motivasinya, mengatur emosi dan membimbingnya dengan baik, begitu juga mengajar mereka berpegang dengan adab sopan pada hubungan dan pergaulan mereka, baik di rumah, di sekolah atau di mana saja.

4. Tujuan Sementara
Tujuan sementara pada umumnya merupakan tujuan-tujuan yang dikembangkan dalam rangka menjawab segala tuntutan kehidupan. Karena hal itu, tujuan sementara kondisional (tergantung faktor di mana peserta didik itu tinggal dan hidup). Dengan adanya hal tersebut, Islam bisa menyesuaikan diri untuk memenuhi prinsip dinamis dengan lingkungan yang bercorak apapun, yang membedakan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, yang penting orientasi dari pendidikan itu tidak keluar dari nilai-nilai ideal Islam.
Prof. Dr. M.J. Langeveld membedakan enam macam tujuan di dalam pendidikan:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan yang pada akhirnya akan dicapai oleh pendidik terhadap anak didik. Membawa anak dengan sadar dan bertanggung jawab ke arah kedewasaan jasmani dan rohani. Di sebut juga dengan tujuan akhir/tujuan total/tujuan lengkap.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan penjelasan dari tujuan umum. Untuk menuju ke tujuan yang umum tersebut tahap-tahap anak tentu mempunyai jalannya sendiri tergantung dari beberapa kejadian.
1) tergantung dari sifat/bakat daripada anak didik;
2) tergantung dari kemungkinan-kemungkinan yang ada di dalam keluarga/alam sekitar daripada anak didik;
3) tergantung dari tujuan kemasyarakatan anak didik;
4) tergantung dari kesanggupan yang ada pada pendidik; dan
5) tergantung dari tugas lembaga pendidikan.
c. Tujuan Seketika (Tujuan Insidentil)
Tujuan ini merupakan tujuan tersendiri yang bersifat seketika (momentil), seperti ketika pendidik mempunyai maksud untuk mendidik.
d. Tujuan Sementara
Tujuan ini seolah-olah merupakan tempat berhenti/tempat istirahat di dalam perjalanan menuju ke tujuan umum. Contoh, belajar berbicara, yang mempunyai hubungan erat dengan masa perkembangan anak.
e. Tujuan Tidak Lengkap
Tujuan ini mempunyai hubungan dengan aspek kepribadian manusia, sebagai fungsi kerohanian pada bidang-bidang etika, keagamaan, estetika, dan sikap sosial daripada orang lain.
f. Tujuan Perantara (Intermediair)
Tujuan ni sama dengan tujuan sementara, tetapi khusus mengenai pelaksanaan teknis daripada tugas belajar .
H. Koestoer Partowisastro, S.Psy., untuk meningkatkan tujuan-tujuan utama dari pendidikan (promoting the major objectives of education). Salah satunya dengan belajar metode kelompok akan menimbulkan kesanggupan berfikir secara positif dan kritis, perkembangan disiplin diri, kesanggupan untuk bekerjasama dengan orang lain secara effective, kemauan untuk bertanggung jawab atas diri sendiri dan orang lain .

D. Aspek-aspek Tujuan
Aspek tujuan pendidikan Islam meliputi empat hal, yaitu:
1. Tujuan Jasmaniah (Ahdaf al-Jismiyyah)
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia muslim yang sehat dan kuat jasmaninya di samping rohani yang teguh, serta memiliki keterampilan yang tinggi . Dalam hadits Rasulullah saw, “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih di sayangi oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah.”
2. Tujuan Rohaniah (Ahdaf al-Ruhiyah)
Tujuan pendidikan rohaniah diarahkan kepada pembentukan akhlak mulia, oleh para pendidik modern Barat dikategorikan sebagai tujuan pendidikan religius, yang oleh kebanyakan pemikir pendidikan Islam tidak disetujui istilah itu, karena akan memberikan kesan akan adanya tujuan pendidikan yang non religius dalam Islam .
Muhammad Quthb dalam bukunya Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyah mengatakan bahwa tujuan pendidikan ruhiyah mengandung pengertian “ruh” yang merupakan mata rantai pokok yang menghubungkan antara manusia dengan Allah, dan pendidikan Islam harus bertujuan untuk membimbing manusia sedemikian rupa sehingga ia selalu tetap berada di dalam hubungan dengan-Nya.
3. Tujuan Akal (Ahdaf al-Aqliyah)
Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia (kecerdasan) yang berada dalam otak. Kemudian melalui observasi panca indra, manusia dapat dididik untuk menggunakan akal kecerdasannya untuk meneliti, menganalisis keajabian ciptaan Allah di alam semesta. Proses intelektualisasi pendidikan Islam terhadap sasaran pendidikannya berbeda dengan proses yang dilakukan oleh pendidikan non Islami.
Ciri khas pendidikan yang dilaksanakan oleh Islam adalah tetap menanamkan (menginternalisasikan) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam seperti keimanan, akhlak, dan ubudiyah serta muamalah kedalam pribadi anak didik.
4. Tujuan Sosial (Ahdaf al-Ijtima’iyyah)
Tujuan sosial merupakan pembentukan kepribadian yang utuh. Artinya, manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi seyogyanya mempunyai kepribadian yang utama dan seimbang, yang karenanya tidak mungkin manusia menjauhkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Keserasian antara individu dan masyarakat tidak mempunyai sifat kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan individual. “Aku” dan “kami”, merupakan pernyataan yang berarti seseorang tidak boleh berarti kehilangan “aku”-nya dalam kehidupan masyarakat.

E. Ranah Tujuan
Secara umum Nana Sujana , merangkumkan ranah tujuan (meliputi domain, kognitif, afektif dan psikomotor) untuk tiap-tiap bidang atau domain.
1. Domain kognitif : a) pengetahuan yang khusus; b) pemahaman; c) penggunaan/aplikasi; d) analisa; e) sintesa; f. evaluasi.
2. Domain Afektif : a) menerima; b) menjawab; c) menilai; d) mengorganisasikan; e) memberi sifat atau karakter
3. Domain Psikomotor : a) gerakan refleks; b) gerakan dasar/sederhana; c) kemampuan menghayati; d) kemampuan fisik (jasmani); e) gerakan yang sudah terampil; f) komunikasi ekspresif.
Tiga ranah ini amat terkait dengan salah satu orientasi kurikulum, yaitu orientasi pada peserta didik (memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuan).
Ranah tujuan pendidikan Islam lebih luas dari ranah di atas; di samping kognitif, afektif, dan psikomotorik, juga meliputi ranah kognitif dan performance konatif, berhubungan dengan motivasi/dorongan dari dalam atau niat, sebagai titik tolak peserta didik untuk melakukan sesuatu. Sedangkan performance adalah kualitas/kinerja yang dilakukan seseorang.

F. Fungsi Tujuan
Pendidikan sebagai suatu usaha pasti mengalami permulaan dan mengalami kesudahan. Umumnya, suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah tercapai. AD. Marimba menyatakan fungsi tujuan adalah pertama, sebagai standar mengakhiri usaha, kedua, mengarahkan usaha, ketiga, merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, keempat, membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, kelima, mepunyai dinamika dari usaha itu, keenam, memberi nilai (sifat) pada usaha itu.
Sebelum mencapai tujuan akhir, pendidikan Islam lebih dahulu mencapai beberapa tujuan sementara. Fungsi tujuan sementara ialah membantu tujuan-tujuan lebih lanjut dan tujuan akhir.
Menurut H.M. Arifin, dengan adanya tujuan yang jelas, maka suatu pekerjaan akan jelas pula arahnya. Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar nilai-nilai ideal yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia (nilai ideal).

PERIODISASI PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM

A. Pendahuluan
Di kalangan sejarahwan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah islam. Secara umum, perbedaan pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi dua, pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW. Diangkat menjadu Rasul. Oleh karena itu, pendapat ini, selama 13 tahun Nabi Muhammad SAW. Tinggal di mekkah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat.
Kedua, sebagai sejarawanberpendapat bahwa sejarah umat Islam dilulai sejak Nabi Muhammad SAW, hijrah ke madinah karena masyarakat muslim baru berdaulat ketika Nabi Muhammad SAW. Tinggal di Medinah. Nabi Muhammad SAW, tidak hanya sebagai Rasul, tetapi juga merangkap sebagai pemimpin atau kepada negara berdasarakan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.
Di samping perbedaan mengenai awal sejarah umat Islam, sejarwan juga berbeda dalam menentukan fase-fase atau periodisasi sejarah Islam. Paling tidak, ada dua periodesasi sejarah Islam yang dikemukakan ulama Indonesia, yaitu A., Hasymy dan Harun Nasution. Menurut A. Hasymy (1978:58), periodisasi sejarah Islam adalah sebagai berikut:
1. Permulaan Islam (610 – 661 M);
2. Daulah Ammawiyah (661 – 750 M);
3. Daulah Abbasiyah I (750 – 847 M);
4. Daulah Abbasiyah II (847 – 946 M);
5. Daulah Abbasiyah III (946 – 1075 M);
6. Daulah Mughal (1261 – 1520 M);
7. Daulah Utsmaniyah (1520 – 1801 M);
8. Kebangkitan (1801 – sekarang).
Harun Nasution (1975:13 – 14) dan Nourouzaman Shidiqi (1986:12) membagi sejarah Islam menjadi tiga periode, yaitu:
1. Periode Klasik (650 – 1250 M);
2. Periode Pertengahan (1250 – 1800 M);
3. Periode Modern (1800 – sekarang).
Untuk kepentingan analisis, periodisasi sejarah Islam yang akan digunakan adalah periodisasi yang disepakati oleh para pakar Islam pada umumnya, yaitu sejarah Islam pada periode klasik, pertengahan dan modern.

B. Islam Periode Klasik
Perkembangan Islam Klasik ditandai dengan perluasan wilayah. Ketika tinggal di Mekkah, Nabi Muhammad SAW. dan para pengikutnya mendapat tekanan dari kalangan Quraisy yang menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena tekanan tersebut, Nabi Muhammad SAW. terpaksa mengirim sejumlah pengikutnya ke Abesenia yang beragama Kristen Koptis untuk mendapatkan suaka. Itulah fase Mekah yang membuat Nabi Muhammad SAW. bertahan di Mekah atas dukungan keluarga. Setelah itu, istrinya Khadijah meninggal dunia dan tidak lama kemudian kepala sukunya meninggal yang kemudian digantikan oleh orang yang tidak simpati kepadanya .
Dalam analisis Harun Nasution, periode klasik ini dapat pula dibagi ke dalam dua masa, masa kemajuan I dan masa disintegrasi. Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi, dan kekuasaan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad SAW. wafat pada tahun 632 M., seluruh semenanjung Arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam. Ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman khalifah pertama, Abu Bakar al-Shidiq .
1. Kemajuan Islam I
Abu Bakar menjadi khalifah pada tahun 632 M., tetapi dua tahuan kemudian meninggal dunia. Masanya yang singkat itu banyak dipergunakan untuk menyelesaikan Perang Riddah, yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada Madinah. Setelah Perang Riddah, barulah Abu Bakar mulai mengirim kekuatan-kekuatan ke luar Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai al-Hirah pada tahun 634 M. Adapun ke Suria dikirim tentara di bawah pimpinan tiga panglima perang, Amr bin al-Ashm Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil ibn Hasanah. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin walid kemudian diperintahkan untuk meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, delapan belas hari kiemudian, di sampai di Suria .
Usaha-usaha yang telah dimulai Abu Bakar dilanjutkan oleh khalifah kedua, Umar bin al-Khattab (634-644 M). Pada zaman inilah gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus jatuh pada tahun 635 M, setahun kemudian daerah Suria dapat dikuasai. Kemudian ekspansi diarahkan ke Mesir dan Irak, Babilon di Mesir dikepung pada tahun 640 M., sementara itu tentara Bizantium di Heliopolis dikalahkan dan Alexandria, kemudian menyerah pada tahun 641 M.
Dengan adanya gelombang ekspansi pertama, kekuasaan Islam di bawah kekuasaan Khalifah Villar, selain Semenanjung Arabia, telah meliputi juga palestina, Suria, Irak, Persia dan Mesir .
Pada zaman Utsman Ibn Affan (64-656 M) Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lain dikuasai, tetapi gelombang ekspansi pertama berhenti sampai di sini. Di kalangan umat Islam mulai terjadi perpecahan karena soal pemerintahan dan dalam kekacauan yang timbul, Utsman terbunuh.
Sebagai pengganti Utsman, Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah keempat 656-6614 M.), tetapi ia mendapat tantangan dari pihak pendukung Utsman, terutama Muawiyah, Gubernur Damaskus. Konflik antara pihak Ali dan Muawiyah di akhiri dengan tahkim.
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah karena kecerdikan Amr Ibn Al-Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al-Asy’ari. Pendukung Ali terpecah menjadi dua, yaitu Syi’ah dan Khawarij.
Karena konflik yang berkepanjangan pada akhirnya Ali terbunuh, dan kepemimpinan dikuasai oleh Bani Umayah. Kekuasaan Bani Umayah berumur kurang dari 90 tahun dan pada zaman ini, ekspansi yang telah terhenti pada zaman kedua khalifah terakhir dilanjutkan kembali .
Pada zaman Mu’awiyah ekspansi Islam sampai ke negara Prancis, melalui pengunungan Piranne, terutama dilakukan oleh Abd. Ar-Rahman Ibn Abdullah Al-Ghafiqi, pada zaman Umar Ibn Abdul Aziz Negara-negara lain yang dapat dikuasai pada zaman Bani Umayah adalah negara di Afrika, Asia Kecil dan Asia Tengah. Ekspansi yang dilakukan Dinasti Bani Umayah inlah yang membuat Islam menjadi negara besar di zaman itu. Dari persatuan berbagai bangsa di bawah naungan Islam, timbullah benih-benih kebudayaan dan peradaban Islam yang baru, sungguh pun Bani lebih banyak memusatkan pada kebudayaan Arab .
Fase sejarah peradaban yang dibuat oleh Dinasti Bani Umayah, kekuasaan dan kejayaan dinasti ini mencapai puncaknya pada zaman Al-Walid I. Sesudah itu, kekuasaan mereka menurun sehingga akhirnya dipatahkan oleh Babi Abbas pada tahun 750 M .
Pada masa Dinasti Abbasiyah inilah, perhatian pada ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani memuncak, terutama pada zaman Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun. buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat didatangkan dari Bizantium, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu abad. Bait al-Hikmah, yang didirikan al-Ma’mun, bukan hanya merupakan pusat penerjemahan, tetapi juga akademi yang memiliki perpustakaan. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan di Bait al-Hikmah adalah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografi, fisika, astronomi, dan sejarah di samping filsafat . Ringkasnya, periode ini adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan mempunyai pengaruh, sungguhpun tidak secara langsung, pada tercapainya peradaban modern di Barat Sekarang.

2. Masa Disintegrasi (1000-1250 M)
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya mulai terjadi pada akhir zaman Dinasti Umayah, tetapi memuncak pada zaman Dinasti Abbasiyah, terutama setelah khalifah-khalifah menjadi boneka dalam tangan tentara pengawal. Daerah-daerah yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan di Damaskus dan Baghdad, melepaskan diri dari kekuasaan khalifah di pusat dan timbullah dinasti-dinasti kecil .
Dalam periode ini terjadi pula Perang Salib di Palestina. Dengan jatuhnya Asia Kecil ke tangan Dinasti Saljuk, jalan naik haji ke Palestina bagi umat Kristen di Eropa menjadi terhalang. Untuk membuka jalan itu kembali, Pails Urban II berseru kepada umat Kristen Eropa pada tahun 1905 M. untuk mengadakan perang suci terhadap Islam. Perang Salib pertama terjadi antara tahun 1906 M dan 1099 M. Perang Salib kedua, antara tahun 1147 M. dan 1149 M. yang diikuti lagi oleh beberapa Perang Salib lainnya, tetapi tidak berhasil merebut Palestina dari kekuasaan Islam. Pada tahun ke-20 inlah, Palestina jatuh ke tangan Inggris sesudah kalahnya Turki dalam Perang Dunia Pertama.
Disintegrasi dalam lapangan politik membawa pada disintegrasi dalam lapangan kebudayaan, bahkan juga dalam lapangan agama. Perpecahan di kalangan umat Islam menjadi besar. Dengan adanya daerah-daerah yang berdiri sendiri, di samping Baghdad, sebagaimana dilihat timbul pusat-pusat kebudayaan lain, terutama Kairo di Mesir, Cordova di Spanyol, Asfahan, Bukhara, dan Samarkhand di timur. Dengan timbulnya pusat-pusat kebudayaan baru ii, terutam pusat-pusat yang berada di bawah kekuasaan Persia, bahasa Persia meningkat menjadi bahasa kedua di dunia Islam. Pada zaman disintegrasi ini, ajaran-ajaran sufi yang timbul pada zaman Kemajuan I, mengambil bentuk terikat .

C. Periode Pertengahan
1. Masa Kemunduran (1250 – 1500 M)
Pada zaman ini, Jengis Khan dan keturunannya datang membawa penghancuran ke dunia Islam. Jengis Khan berasal dari Mongolia. Setelah menduduki Peking pada tahun 1212 M., ia mengalihkan serangan-serangannya ke arah Barat. Satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangannya. Transoxania dan Khawarizm dikalahkan pada tahun 1219/20 M., Kerajaan Ghazna pada tahun 1221 M., Azarbaijan pada tahun 1223 M,, dan Saljuk di Asia Kecil pada tahun 1243 M. Dari sini, ia meneruskan serangannya ke Eropa dan ke Rusia.
Serangan ke Baghdad dilakukan oleh cucunya Hulagu Khan. Ia mengalahkan Khurasan di Persia terlebih dahulu, kemudian ia menghancurkan Hasysyasyin di Alamut. Pada permulaan tahun 1258 M. ia sampai ke tepi kota Baghdad. Ketika perintah untuk menyerah ditolak oleh Khalifah Al-Mu’tashim dan kota Baghdad dikepung, akhirnya pada 10 Februari 1258 M. benteng kota ini dapat ditembus dan Baghdad dihancurkan. Khalifah dan keluarga serta sebagian besar dari penduduk dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga Bani Abbas berhasil melarikan diri, dan diantaranya akhirnya ada yang menetap di Mesir.
Baghdad dan derah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Daerah yang dukuasai dinasti ini ialah daerah yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur.
Di Mesir, khlalifah Fatimiah digantikan oleh Dinasti Salah Ad-Din Al-Ayubi pada tahun 1174 M. Dengan datangnya Salah Ad-Din, Mesir masuk kembali ke aliran Sunni. Alirah Syi’ah di sana hilang dengan hilangnya Khalifah Fatimiah. Salah Ad-Din dikenal dalam sejarah sebagai Sultan yang banyak membela Islam dalam Perang Salib.
Di India juga, persaingan dan peperangan untuk merebut kekuasaan selalu terjadi sehingga India senantiasa menghadapi perubahan penguasa. Dinasti timbul untuk kemudian dijatuhkan dan diganti yang lain. Kekuasaan Dinasti Gaznawi dipatahkan oleh pengikut-pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku bangsa Turki.
Sementara itu, di Spanyol timbul peperangan antara dinasti-dinasti Islam yang ada di sana dengan raja-raja Kristen. Di dalam peperangan itu, raja-raja Kristen memakai politik adu domba antara dinasti-dinasit Islam tersebut. Sebaliknya, raja-raja Kristen mengadakan persatuan sehingga satu demi satu dinasti-dinasti Islam dikalahkan. Cordova jatuh tahun 1238 M., Seville pada tahun 1248 M., dan akhirnya Granada jatuh pada tahun 1491. Orang-orang Islam dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Pada tahun 1609 M. boleh dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol. Umumnya mereka pindah ke kota-kora di pantai utara Afrika.
Pada masa kemunduran I ini, disentralisasi dan disintegrasi dalam dunia Islam meningkat. Pada zaman ini pula, terjadi kehancuran khalifah secar formal. Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang persatuacn dan ini berlaku sampai Kerajaan Utsmani mengangkat khalifah baru di Istambul pada abad ke-16. bagian yang merupakan pusat dunia Islam, jatuh ke tangan non-Islam untuk beberapa waktu. Dan terlebih dari itu, Islam hilang dari Spanyol.

2. Masa Tiga Kerajaan Besar (1500 – 1800 M.)
a. Fase Kamjuan (1500 – 1700 M.)
Fase kemajuan ini merupakan Kemajuan Islam II. Tiga kerajaan Besar yang dimaksud ialah Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Kemajuan Islam II ini lebih banyak merupakan kemajuan dalam lapangan politik dan jauh lebih kecil dari Kemajuan Islam I. Pada saat yang sama, Barat mulai bangkit, terutama dengan terbukanya jalan ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah di Timur Jauh, melalui Afrika Selatan dan dijumpainya Amerika oleh Colombus pada tahun 1492 M. Akan tetapi, sebagaimana diterangkan Mc. Neill, dibandingkan kekuatan Eropa pada waktu itu, kekuatan Islam masih lemah.
b. Fase Kemunduran II (1700-1800 M.)
Pada masa ini, kekuatan militer dan politik umat Islam menurun. Dagang dan ekonomi umat Islam, dengan hilangnya monopoli dagang antara timur dan barat dari tangan mereka jatuh. Ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan stagnasi. Tarikat-tarikat diliputi suasana khurafat dan superstisi. Umat Islam dipengaruhi oleh sikap vatalistis. Dunia Islam dalam keadaan mundur dan statis.
Pada masa itu, Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan laba yang timbul dari dagang langsung dengan Timur Jauh bertambah kaya dan maju. Penetrasi barat, yang kekuatannya bertambah besar, ke dunia Islam yang didudukinya, makin lama bertambah mendalam. Akhirnya, pada tahun 1798 M., Napoleon menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting. Jatuhnya pusat Islam ini ke tangan Barat, menginsyafkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di barat telah muncul peradaban yang lebih tinggi dari peradaban Islam dan merupakan ancaman bagi kehidupan Islam sendiri.

D. Periode Modern (1800 M.)
Periode ini merupakan Zaman Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir pada tahun 1801 M., membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelamahan umat Islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan jntuk mengembalikan balance of power, yang telah pincang dan membahayakan umat Islam. Kontak Islam dengan barat sekarang berlainan dengan kontak Islam dengan barat Periode Klasik. Pada waktu itu, Islam sedang menaik dan barat sedang dalam kegelapan. Sekarang sebaliknya, Islam sedang dalam kegelapan dan barat sedang menaik. Kini Islam yang sedang belajar dari barat. Dengan demikian, timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya membuat Islam maju kembali sebagaimana yang terjadi pada Periode Klasik. Usaha-usaha ke arah itu pun mulai dijalankan dalam kalangan umat Islam. Akan tetapi, dalam hal itu, barat juga bertambah maju.
Ide-ide baru yang diperkenalkan Napoleon di Mesri adalah: a) Sistem negara republik yang kepala negaranya dipilih untuk jangka waktu tertentu; b) persamaan (egalite); dan c) kebangsaan (nation) .
Raja dan pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan keluar untuk mengembalikan balance of power yang telah membahayakan umat Islam. Timullah gerakan pembaharuan yang dilakukan di berbagai negara, terutama Turki Utsmani dan Mesir. Para pembaharu di Turki melahirkan berbagai aliran pembaharuan: Utsmani Muda yang pelopori oleh Ziya Pasya (1825-1880) dan Namik Kemal (1840-1888), Turki Muda yang dimotori oleh Ahmed Reza (1858-1931), Mehmed Murad (1853-1912), dan Sabahuddin (1877-1948). Di samping itu, ada juga aliran pembaharu lain, yaitu aliran barat yang dimotori oleh Tewfik Fikret (1867-1951) dan Abdullah Jewdat (1869-1932), aliran Islam yang dimotori oleh Mehmed Akif (1870-1936), dan aliran-aliran nasionalis yang dimotori oleh Zia Gokalp (1875-1924).
Di Mesir pembaharuan digagas dan dilakukan oleh para pembaharu, di antaranya Rifa’ah al-Badawi Rafi’ ath-Thahthawi (1801-1873), yang menjadi redaktu surat Kabar Al-Waqa’i Al-Mishriyyah, Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rasyid Ridha (1865-1935). Gagasan mereka juga dipelajari oleh ulama Indonesia yang sempat menuntut ilmu di Mesir.

E. Penutup
Demikian, kami sampaikan sejarah Islam singkat yang pada kontak Islam dan Barat pertama menampilkan peradaban Islam atas barat, sedangkan dalam kontak berikutnya, menampilkan keunggulan peradaban barat atas Islam, dan peradaban Islam sekarang masih tertinggal dari barat.
Harapan kami, penulis dan umat Islam pada ummnya bahwa Islam dan masyarakat Islam harus maju tidak boleh tertinggal dan tergilas oleh peradaban barat yang semakin maju.



DAFTAR PUSTAKA

Mubarok, Jaih & Hakim, Atang Abd. 2000. Metodologi Hukum Islam. Bandung: Rosdakarya.
Nasution, Harun. 1985. Islam Dilihat dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
--------------------. 1992. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.