Terima Kasih Atas Kunjungannya

Kamis, 27 Mei 2010

ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Oleh: Asep Bunyamin

A. Pendahuluan
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belahar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Kegiatan pembelajaran syarat dengan muatan psikologis. Dengan kata lain, banyak aspek psikologis dalam proses pembelajaran yang harus dipahami oleh seorang pendidik demi tercapainya tujuan pendidikan. Mengabaikan aspek-aspek psikologis dalam pembelajaran akan berakibat kegagalan. Untuk dapat memahami berbagai aspek psikologis dalam pembelajaran, guru harus memahami berbagai konsep psikologi, khususnya psikologi belajar.
Banyak hal yang perlu dikuasai oleh seorang pendidik, bukan hanya hal-hal yang kasat mata dan lahiriah, tetapai juga harus menguasai hal-hal yang bersifat batiniah. Misalnya memahami perasaan, keinginan, jalan pikiran, dan emosi siswa, yang kesemuanya tercakup dalam ranah psikologi. Tanpa keahlian tersebut, pendidik tidak akan mampu memaksimalkan potensi siswa.

B. Psikologi Pembelajaran
Kata psikologi berasal dari Bahasa Inggris psychology. Kata ini diadopsi dari Bahasa Yunani yang berakar dari dua kata yaitu psyche yang berarti jiwa atau roh, dan logos berarti ilmu. Jadi secara mudah psikologi berarti ilmu jiwa.
Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti psikologi. RS. Woodworth berkata psychology can be defined as the science of the activities of the individual (Woodworth, 1955:3). Ngalim Purwanto (1996:12) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Tingkah laku disini meliputi segala kegiatan yang tampak maupun yang tidak tampak, yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Sedang Sarwono (1976) mendefinisikan psikologi dalam tiga definisi. Pertama, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan. Kedua, psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. Ketiga, psikologi adalah ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Adapun pengertian belajar, Muhibbin (2006) berpendapat bahwa belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedang menurut Morgan dalam Introdution to Psycology (1978) berpendapat belajar adalah perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan.
Ngalim Purwanto (1996:14) menyatakan bahwa belajar memiliki empat unsur:
a. Perubahan dalam tingkah laku
b. Melalui latihan
c. Perubahan relative mantap
d. Perubahan meliputi fisik dan psikis
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses menuju perubahan yang bersifat mantap melalui proses latihan dalam interaksi dengan lingkungan dan meliputi perubahan fisik dan mental.
Dari pengertian masing-masing psikologi dan belajar, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa psikologi belajar adalah suatu ilmu yang mengkaji atau mempelajari tingkah laku manusia, didalam mengubah tingkah lakunya dalam kehidupan pribadi, kemasyarakatan dan kehidupan alam sekitar melalui proses pendidikan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa psikologi belajar menitik beratkan pada perilaku orang-orang yang terlibat dalam proses belajar, yaitu pendidik dan murid.

C. Aspek-aspek Psikologis dalam Pembelajaran
Sebagaimana dinyatakan di muka bahwa proses pembelajaran syarat dengan aspek-aspek psikologis yang harus diperhatikan oleh seorang pendidikan atau pengajar, demi menunjang keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Aspek-aspek psikologis tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
1. Tingkat kecerdasan/inteligensi siswa
Inteligensi ialah kemampuan untuk menemukan, yang bergantung pada pengertian yang luas dan ditandai oleh adanya suatu tujuan tertentu dan adanya pertimbangan-pertimbangan yang bersifat korektif. Jelasnya, inteligensi itu meliputi pengertian penemuan sesuatu yang baru, adanya keyakinan atau ketetapan hati dan adanya pengertian terhadap dirinya sendiri (Juhaya S. Praja & Usman Effendi, 1984:89).
Pendapat lain menyatakan bahwa inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Muhibbin Syah, 1997:135). Dengan dengan demikian, diketahui bahwa inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Namun diakui, memang, peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Sudah menjadi sebuah keyakinan bersama dan dibuktikan secara empiris bahwa tingkat kecerdasan atau inteligensi seseorang (siswa) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Ini bermakna, semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kecerdasannya maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.
2. Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Muhibbin Syah, 1997:135).
Yang sangat memegang peranan penting dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu (M. Ngalim Purwanto, 1997:141).
Dalam proses pembelajaran sikap termasuk salah satu yang mempengaruhi proses pembelajaran. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa respon positif yang diberikan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan merupakan pertanda baik dalam mengikuti proses belajarnya. Sebaliknya, respon negatif yang berikan terhadap mata pelajaran atau guru bahkan diberangi dengan kebencian akan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa. Jika kesulitan belajar telah dialami siswa maka tingkat keberhasilan belajar tidak akan tercapai.
3. Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Muhibbin Syah, 1997:135). Seorang yang siswa yang memiliki bakat dalam bidang tata bahasa Arab, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya.
Berhubungan dengan hal di atas, bakat akan mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar bidang studi tertentu. Oleh karenanya, sangat tidak bijaksana apabila orang tua memaksa untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu yang tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak.
4. Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang dipahami dan dipakai orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu (Muhibbin Syah, 1997:136). Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap PAI akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.
Menurut Slameto (1987:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikaitan pada suatu hal atau aktivitas ada yang menyuruh. Ws. Winkel (1983:78) mengartikan minat sebagai kecenderung yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-idang studi tertentu. Sementara itu WS. Winkel (1983:61) mengartikan minat sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tetarik pada pada bidang-bidang studi tertentu.
Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak memberi manfaat jika tidak disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina siswanya berarti ia telah melakukan hal-hal yang paling penting yang dapat dilakukan demi kepentingan belajar siswa-siswanya. Sebab minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari.
Pada dasarnya minat ada yang muncul dengan sendirinya yang disebut minat spontan dan ada minat yang muncul dan dibangkitkan dengan sengaja. Pendapat lain mengatakan bahwa minat terbagi kepada dua bagian, yaitu minat pembawan dan lingkungan. Biasanya minat ini muncul berdasarkan bakat yang ada, misalnya apabila seseorang memiliki bakat di bidang pendidikan (guru) maka ia akan masuk ke fakultas keguruan. Minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh seperti kebutuhan dan lingkungan.


5. Motivasi Siswa
Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu (M. Ngalim Purwanto, 2007:103). Pendapat lain mengatakan bahwa motif ialah keadaan internal organisem –baik manusia ataupun hewan– yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu (Muhibbin Syah, 1997:136).
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar (Muhibbin Syah, 1997:136-137). Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.

D. Penutup
Dari pembahasan yang telah disampaikan di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dalam proses pembelajaran guru memiliki kewajiban untuk memperhatikan aspek-aspek psikologis siswa guna tercapainya proses pembelajaran. Kelima aspek psikologis di atas, yaitu tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa harus mendapat perhatian penuh dari seorang tenaga pengajar, dalam hal ini guru. Tanpa kelima aspek tersebut tingkat keberhasilan belajar tidak akan tercapai.



Referensi:
Praja, Juhaya S. & Efendi, Usman. 1984. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.
Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 1997. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Rosda Karya.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

1 komentar: